IBU TEH DAUN TIN





Teh Daun Tin Original Yang 
Diolah Secara Manual



Aku mengenal teh daun tin dari seorang ibu. Usianya mungkin 60an. Di usia yang tidak lagi muda, beliau datang, meminta diajarkan al-Quran. Kukira, ibu ini hanya meminta agar diajarkan tahsin, artinya aku hanya perlu memperkuat tajwidnya. Subhanallah, rupanya Ibu ini masih kesusahan membaca huruf hijaiyyah. Si Ibu belum mampu membedakan huruf ha, jim dan kho begitupun dengan huruf sin dengan syin, tsa dengan ta, ba dengan nun dan ya. Satu sisi, aku mengira tugasku lebih mudah, namun di sisi lain aku merasa ini cukup sulit. Karena mengajarkan makharijul huruf pada yang sudah berumur tidaklah semudah mengajarkannya pada anak-anak. Satu sisi, aku salut dengan Si Ibu yang rela menepis rasa malu untuk belajar pada yang lebih muda. Namun di sisi lain, aku prihatin dan penasaran mengapa di usia yang setua ini, Si Ibu belum bisa membaca al-Quran? Tidak adakah orang yang mengajarinya al-Quran? Lalu bagaimana ia shalat selama ini? Bagaimana dengan anak-anaknya? Banyak pertanyaan yang mengganjal di kepalaku.



Beginilah Si Ibu menjelaskan semuanya, 


"Allah telah mengingatkan ibu dengan penyakit kanker. Beberapa waktu lalu, ibu divonis bahwa kanker sudah stadium 4 dan sangat kecil kemungkinannya untuk sembuh. Masa hidup ibu diperkirakan tinggal 3 bulan lagi. Keluarga ibu bersedih. Namun ibu terus berdoa dan berharap agar Allah mau memperpanjang usia ibu karena ibu belum siap mati. Qadarullah, pasca kemoterapi ibu pulih. Itu juga berkat kebiasaan ibu, minum teh daun tin. Disitu ibu merasakan betul, Allah memudahkan jalan ibu untuk sembuh. Dimana biasanya pasca kemoterapi, rambut pasien itu mengalami kerontokan rambut yang hebat, alhamdulillah rontoknya ibu tidak banyak. Biasanya pasca kemoterapi, pasien itu kulitnya kusam dan menghitam, kulit ibu tidak terlalu menghitam, masih segar." ujarnya seraya tersenyum. 

"Pada waktu itu, ibu berdoa agar sebelum diwafatkan, ibu bisa naik haji dan bisa membaca al-Quran. Ibu sadar, selama ini ibu terlalu sibuk mengejar dunia hingga setua ini tidak bisa membaca al-Quran. Selama ini ibu shalat dengan menghafal lafal arab dalam bacaan alphabet. Meski dulu suami pertama (almarhum) adalah seorang yang lancar mengaji, beliau enggan mengajarkan ibu al-Quran, sebab khawatir keliru dalam mengajarkan. Alhasil ibu belajar pada seorang guru ngaji, namun karena pekerjaan ibu bertambah banyak, ibu pun meninggalkannya," mendengarnyaa, tenggorokanku mendadak terasa kering.

"Apa sesibuk itu hingga tidak ada waktu untuk belajar?" gumamku dalam hati. 

"Lalu, kalau satu hari nanti pekerjaan ibu menumpuk lagi, apa ibu akan mengulangi hal yang sama? Ibu akan..." tanyaku pelan dan ucapanku tak kulanjutkan sebab kulihat Si Ibu menggeleng pelan, dan memejamkan matanya. Kulihat kemudian, matanya berkaca-kaca. 

Lalu berkata, "ibu tidak mau begitu lagi, ibu sudah cukup mengejar dunia. Ibu tidak siap jika sewaktu dipanggil Allah, ibu belum bisa membaca al-Quran. Apa hujjah ibu di depan Allah nantinya?" air matanya pun jatuh. Kulihat pipinya basah dengan air mata dan beliau terisak. Rasanya wajahku seperti tercebur ke dalam air es. Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku berusaha menenangkannya dengan mengelus lututnya.

Ya Allah, kenapa baru setua ini beliau sadar? Betapa Allah masih menyayanginya dengan menggerakkannya belajar meski telah setua ini. Meski di satu sisi aku prihatin dan kecewa saat mendengar sebabnya. Di sisi lain, aku salut dengan semangatnya dan aku pun optimis bahwa beliau akan bisa membaca al-Quran dengan segera. Insya Allah, selama beliau mau istiqomah dan bersabar dalam belajar. 

Ketahuilah, semalang-malangnya Ibu ini yang belum mampu membaca al-Quran, beliau tetaplah beruntung sebab masih diberi kesempatan untuk belajar. Masih digerakkan untuk belajar. Bagaimana dengan kita? Banyak di antara kita yang belum mampu membaca al-Quran dengan baik dan benar, namun karena rasa sungkan dan malas, lantas enggan untuk belajar. Padahal belajar di masa muda, adalah bekal yang memudahkan di masa tua. Terlebih masa muda, sama dengan harta yang kelak pertanggungjawabannya tidaklah mudah. 


"Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba hingga dia ditanya (diminta pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya darimana dia mendapatkannya dan kemana dia membelanjakannya, serta tentang tubuhnya bagaimana dia menggunakannya," (HR. Tirmidzi, Daarimi, Abu Ya'la)

“Bersegeralah kalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal : apakah kalian menunggu kemiskinan yang melupakan, kekayaan yang menimbulkan kesombongan, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahi segala-galanya, atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia adalah sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah sesuatu yang sangat berat dan sangat menakutkan”  (HR. Turmudzi)

Comments

Popular posts from this blog

“ABRAHAMIC FAITHS”, BAGIAN DARI PROPAGANDA PLURALISME (MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TERHADAP KITAB-KITAB TERDAHULU) 2

Mengapa Harus HTI dan Bagaimana Setelahnya?

GANTUNG DIRI DI DALAM RUMAH; BUKTI GAGALNYA DIDIKAN KELUARGA

“ABRAHAMIC FAITHS”, BAGIAN DARI PROPAGANDA PLURALISME (MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TERHADAP KITAB-KITAB TERDAHULU) 1