“ABRAHAMIC FAITHS”, BAGIAN DARI PROPAGANDA PLURALISME (MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TERHADAP KITAB-KITAB TERDAHULU) 1



Bismillahirrahmanirrahiim.


“ABRAHAMIC FAITHS”, atau dikenal dengan Agama Ibrahimiah merupakan istilah yang digunakan untuk mengelompokkan agama-agama tertentu yang diyakini dibawa oleh Ibrahim dan keturunannya. Agama-agama yang dimaksud adalah Yahudi, Kristen dan Islam. Ketiga agama ini diyakini mengenal tuhan yang satu (monoteis), Allah. Bersamaan dengan konsep Abrahamic Faiths, muncul pula istilah Agama-Agama Samawi (Agama-Agama Langit) yang dimaknai sebagai agama yang mendapatkan wahyu langsung dari langit (Tuhan). Wahyu yang dimaksud diantaranya, Kitab Taurat, Kitab Injil dan Al-Qur’an. Berangkat dari pemahaman ini maka mereka yang membenarkan konsep Abrahamic Faiths membenarkan pendapat yang menyatakan bahwa Yahudi (Jewish), Nasrani (Christian) dan Islam adalah sama, sebab diturunkan oleh Tuhan yang sama melalui lelaki-lelaki terpilih keturunan Ibrahim. Dikatakan pula bahwa kedudukan tiga agama ini adalah setara, maka, tidak ada satupun diantara agama-agama ini yang boleh mengkalim dirinya lebih unggul atau paling benar sendiri. Termasuk islam, meski di dalam kitabnya telah termaktub bahwa islam sebagai satu-satunya agama yang benar.


Bermula di New York, tahun 1979, Akademisi Agama-Agama Amerika menyelenggarakan konferensi, yang menghadirkan tokoh-tokoh besar dunia dari agama Yahudi, Kristen dan Islam. Mereka melakukan pengkajian terhadap berbagai macam kesamaan terhadap tiga agama tersebut untuk menemukan satu titik temu yang bisa disepakati. Dari sana muncullah konsep Abrahamic Faiths / Agama-Agama Samawi yaitu konsep yang memandang Yahudi, Kristen dan Islam adalah satu dan setara sebab merupakan agama wahyu dari Allah. Sejak saat itu, term ini santer diwacanakan. Barat yang memegang kontrol terhadap IPTEK, ekonomi, sosial dan politik, tidak memiliki hambatan yang berarti untuk mengembangkan dan menyebarluaskan term ini ke seluruh penjuru dunia termasuk ke negeri-negeri kaum muslimin. Alhasil, tidak sulit menemukan orang-orang yang mengetahui, mengamini hingga turut menyebarluaskan konsep ini secara cuma-cuma.


Kejatuhan Manusia Terletak pada Ketidaktahuaannya

Pertanyaan Besar Dibalik Konsep Abrahamic Faiths


Banyak orang mengamini konsep Abrahamic Faiths atau yang biasa dikenal dengan konsep Agama-Agama Samawi. Bahkan sekelas aktifis dakwah turut mengamini konsep ini. Mereka biasanya merasa keberatan untuk terang-terangan mengatakan islam sebagai satu-satunya agama yang benar sebab Yahudi dan Kristen juga merupakan agama wahyu ilahi. Al-Kitab (Injil) dan Taurat juga merupakan wahyu ilahi sebelum al-Qur’an diturunkan, maka mengatakan islam sebagai satu-satunya agama yang benar seolah menafikkan kitab-kitab terdahulu. Di sisi lain, mereka mengetahui bahwa Allah berfirman dalam Qur’an Surah Ali ‘Imran ayat 19,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلامُ
(artinya: “Agama yang diridhai oleh Allah adalah Islam.”)

Hal ini membuat kebanyakan dari mereka kemudian hanya berani berkata, “islam adalah agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya”. Maka secara sadar atau pun tidak, sekelas aktifis dakwah pun mengamini konsep Abrahamic Faiths. Walau, mereka tidak mendudukan ketiga agama tersebut setara satu sama lain, namun mereka mengamini bahwa Yahudi dan Kristen merupakan agama wahyu ilahi seperti halnya Islam.

Tidakkah kemudian muncul pertanyaan di benak kita,
1. Jika Allah menurunkan ketiga agama itu, lantas mengapa Allah hanya mengakui islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai? Dan menjanjikan neraka secara mutlak pada para kafirun (kaum Yahudi dan Kristen) hingga mereka mau berislam? Salah satunya, Allah berfirman dalam Qur’an Surah Al-Bayyinah ayat 6,

(artinya: “Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani/Kristen) dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.”)

2. Bukankah jika islam benar baru muncul di masa kenabian Baginda Muhammad Sallallahu’alahi wa Sallam, artinya hanya ummat beliau yang akan masuk syurga. Sebab ummat islam baru ada pada masa baginda dan setelahnya. Lalu bagaimana dengan kaum Nabi Isa ‘alaihissalam dan Nabi Musa ‘alaihissalam yang masih lurus dalam beriman sebelum adanya penyelewengan terhadap agama mereka? Bukankah kaum Nabi Isa ‘alaihissalam disebut Kaum Kristen dan kaum Nabi Musa ‘alaihissalam disebut Kaum Yahudi? Sementara Allah tidak pernah memberi keterangan waktu pada Kafirun (Yahudi dan Kristen) terhadap laknat-Nya apakah laknat itu khusus Yahudi dan Kristen di masa nabi Muhammad saja atau malah juga untuk yang sebelumnya. Allah berfirman dalam Qur’an Surah Ali ‘Imran ayat 85,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
(artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”)

3. Lalu bagaimana dengan keimanan kaum Yahudi dan Kristen yang katanya adalah kaum dari para nabi terdahulu, jika Allah menolak semua agama kecuali agama islam sesuai dengan keterangan pada Q.S. Ali ‘Imran ; 85? Sementara, berdasarkan pelajaran agama yang didapat sejak di bangku sekolah dasar (SD), islam baru muncul setelah Baginda Muhammad Sallallahu’alahi wa Sallam resmi diangkat menjadi nabi ketika usianya 40 tahun. Bagaimana mereka yang beriman dengan lurus (hanya mengkultuskan Allah) di masa Nabi Isa ‘alaihissalam dan Nabi Musa ‘alaihissalam akan berislam sementara Baginda Muhammad Sallallahu’alahi wa Sallam belum pernah ada di tengah-tengah mereka?

Maka jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa Allah tidak adil dan bermain-main dengan keimanan hamba-Nya. Juga jangan terburu-buru untuk memutuskan tidak melanjutkan membaca artikel ini karena khawatir keimanan terganggu. 


Allah Tidak Menurunkan Agama Selain Agama Islam


Banyak orang yang berfikiran bahwa Yahudi, Nasrani (Kristen) dan Islam sama-sama merupakan agama wahyu Ilahi. Apakah benar demikian? Maka Penulis mengajak pembaca untuk mencermati kata demi kata dari ayat-ayat al-Qur’an yang akan ditampilkan berikut lengkap dengan tafsirnya. Ayat-ayat ini turun berkenaan dengan seruan orang Yahudi dan Nasrani (Kristen) pada kaum muslimin agar memeluk agama mereka dan meninggalkan islam dengan begitu mereka akan mendapatkan rahmat Allah. Kaum Yahudi dan Nasrani (Kristen) mengklaim pula bahwa agama mereka adalah agama Ibrahim (Abraham).

QS. Al-Baqarah: 132-133,

ووَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٣٢) أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (١٣٣)

Terjemah :
(132) Dan Ibrahim telah mewasiatkannya kepada anak-anaknya, dan (begitu) juga Ya‘qub. “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untuk kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (133) Adakah kalian hadir saat (tanda-tanda) kematian menjemput Ya‘qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kalian ibadahi sesudahku?” Mereka menjawab, “Kami akan beribadah kepada Tuhan-mu dan Tuhan para leluhurmu: Ibrahim, Isma‘il, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa. Wa nahnu lahū muslimūn (dan hanya kepada-Nya kami berserah diri).”

Tafsir : 

132) Wa wash-shā bihā ibrāhīmu (dan Ibrahim telah mewasiatkannya), yakni mewasiatkan lā ilāha illallāh.

Banīhi (kepada anak-anaknya) menjelang ajal.

Wa ya‘qūb (dan juga Ya‘qub), yakni begitu juga Ya‘qub a.s. mewasiatkan lā . ilāha illallāh kepada anak-anaknya.

Yā baniyya innallāhash-thafā lakumud dīna (“Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah Memilih agama ini untuk kalian), yakni memilih agama Islam untuk kalian.

Fa lā tamūtunna illā wa aηtum muslimūn (oleh karena itu, janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim”), yakni hendaklah kalian kukuh dalam Islam, hingga kalian mati sebagai Muslim yang mengikhlaskan tauhid dan ibadah hanya kepada Allah Ta‘ala semata. 

Selanjutnya Allah Ta‘ala menjelaskan bantahan-Nya terhadap kaum Yahudi tentang agama Ibrahim.

133) Am kuηtum syuhadā-a (adakah kalian hadir), yakni apakah kalian hadir, wahai orang-orang Yahudi.

Idz hadlara ya‘qūbal mautu (saat [tanda-tanda] kematian menjemput Ya‘qub), apakah agama Yahudi ataukah agama Islam yang ia wasiatkan kepada anak-anaknya?

Idz qāla li banīhi mā ta‘budūna mim ba‘dī (ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kalian ibadahi sesudahku?”), yakni sepeninggalku.

Qālū na‘budu ilāhaka (mereka menjawab, “Kami akan beribadah kepada Tuhan-mu) yang engkau ibadahi.

Wa ilāha ābā-ika ibrāhīma wa ismā‘īla wa is-hāqa ilāhaw wāhidan (dan Tuhan para leluhurmu: Ibrahim, Isma‘il, dan Is-haq, [yaitu] Tuhan Yang Maha Esa), yakni kami beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Wa nahnu lahū muslimūn (dan hanya kepada-Nya kami berserah diri”), yakni mengikrarkan ibadah dan tauhid hanya kepada Allah Ta‘ala semata.


Dua ayat ini telah memberi keterangan jelas bahwa Allah tidak sekalipun menurunkan agama Yahudi dan hanya menurunkan agama Islam sejak awal. Ibrahim tidak mewasiatkan agama apapun selain agama Islam (tauhid) kepada keturunannya. Allah mengingatkan Bani Israil yang merupakan Bani Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, bahwa hingga menjelang kematian Ya’qub ‘alaihissalam, ia hanya mewasiatkan Islam untuk keturunan dan para pengikut setianya yaitu Bani Israil. Maka satu kebohongan besar jika dikatakan bahwa agama pertama bangsa Israil adalah Yahudi sebab sejak pertama leluhur mereka adalah muslim dan hanya menyeru pada Islam. Kemudian begini Allah memberi bantahan lanjutan terhadap klaim Yahudi dan Nasrani, 

QS. Al-Baqarah: 135-136,

وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٣٥) قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (١٣٦)

Terjemah :
(135) Dan mereka berkata, “Jadilah kalian pemeluk agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk.” Katakanlah, “Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan tidaklah dia (Ibrahim) termasuk orang-orang musyrik.” (136) Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami; apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma‘il, Is-haq, Ya‘qub, dan anak cucunya; serta apa yang diberikan kepada Musa, ‘Isa, dan apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka. Dan kami hanya berserah diri kepada-Nya.”

Tafsir: 

135) Wa qālū (dan mereka berkata), yakni kaum Yahudi berkata kepada kaum Mukminin.

Kūnū hūdan (“Jadilah kalian pemeluk agama Yahudi), niscaya kalian mendapat petunjuk dari kesesatan.

Au nashārā (atau Nasrani), yakni seperti itu pula orang-orang Nasrani berkata.

Tahtadū, qul (niscaya kalian mendapat petunjuk.” Katakanlah) hai Muhammad, bahwasanya sungguh tidak seperti yang kalian katakan.

Bal millata ibrāhīma hanīfā (“Tidak, bahkan [kami mengikuti] agama Ibrahim yang lurus) lagi tulus. Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, murni, dan ikhlas, niscaya kalian akan mendapat petunjuk.

Wa mā kāna minal musyrikīn (dan tidaklah dia [Ibrahim] termasuk orang-orang musyrik”), yakni yang memeluk agama mereka.

Selanjutnya Allah Ta‘ala mengajarkan jalan tauhid kepada kaum Mukminin agar menjadi petunjuk bagi orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam bertauhid.

136) Qūlū āmannā billāhi wa mā uηzila ilainā (katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami), yakni Nabi Muhammad saw. dan al-Quran.

Wa mā uηzila ilā ibrāhīma (dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim), yakni kepada Ibrahim a.s. dan kitabnya.

Wa ismā‘īla (dan Isma‘il), yakni kepada Isma‘il a.s. dan kitabnya.

Wa is-hāqa (dan Is-haq), yakni kepada Is-haq a.s. dan kitabnya.

Wa ya‘qūba (dan Ya‘qub), yakni kepada Ya‘qub a.s. dan kitabnya.

Wal asbāthi (dan anak cucunya), yakni kepada anak-anak Ya‘qub a.s. dan kitab-kitab mereka.

Wa mā ūtiya mūsā (serta apa yang diberikan kepada Musa), yakni kepada Musa a.s. dan Taurat.

Wa ‘īsā (dan ‘Isa), yakni kepada ‘Isa a.s. dan Injil.

Wa mā ūtiyan nabiyyūna (dan apa yang diberikan kepada nabi-nabi), yakni kepada segenap nabi dan kitab-kitab mereka.

Mir rabbihim lā nufarriqu baina ahadim minhum (dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka) di Hadirat Allah Ta‘ala dalam hal kenabian dan tauhid. Menurut pendapat yang lain, kami tidak akan kufur kepada seorang pun di antara mereka.

Wa nahnu lahū muslimūn (dan kami hanya berserah diri kepada-Nya”), yakni hanya kepada-Nya kami mengikrarkan ibadah dan tauhid.


Dua ayat ini, dengan sangat baik menjelaskan bagaimana Allah membantah perkataan kaum Yahudi dan Nasrani yang mengaku-aku agamanya adalah wahyu ilahi dan wasiat nabi terdahulu. Allah juga menerangkan bahwa Isa ‘alaihissalam dan Injil juga Musa ‘alaihissalam dan Taurat, mereka berada di atas agama yang sama sebagaimana Ibrahim, yaitu Islam. Maka dari sini, tidak ada alasan mendasar sedikitpun untuk mensejajarkan Yahudi dan Nasrani (Kristen) dengan Islam yang merupakan agama wahyu Ilahi dan wasiat para nabi. Maka masihkah kita akan menerima konsep Abrahamic Faiths atau Agama-Agama Samawi dan yang sejenisnya?

Jika tulisan di atas masih kurang memuaskan akal pembaca, maka bisa dibaca di ulasan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

“ABRAHAMIC FAITHS”, BAGIAN DARI PROPAGANDA PLURALISME (MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TERHADAP KITAB-KITAB TERDAHULU) 2

Mengapa Harus HTI dan Bagaimana Setelahnya?

GANTUNG DIRI DI DALAM RUMAH; BUKTI GAGALNYA DIDIKAN KELUARGA