Perjalanan Hijrah (Episode I)

BAYANGAN HITAM

Senja bersinar di barat. Benang-benang merah menghiasi langit sore itu. Di bawah rerimbunan dahan, manusia-manusia seolah membawa seorang temannya masing-masing. Seorang teman yang hanya bisa dilihat namun tidak dapat disentuh. Seorang teman yang begitu menyerupai diri mereka masing-masing namun ia kehilangan warna. Begitu gelap. Ya, itulah bayangan. Setiap manusia kini bersama bayangannya masing-masing.

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT UB) tak pernah kehilangan khasnya. Barisan motor dan mahasiswa berransel gemuk selalu memenuhi fakultas ini. Pagi, siang, sore, malam, hari aktif dan hari libur sama saja. Inilah salah satu fakultas dengan rutinitas terpadat di Universitas Brawijaya.

Aku melangkah turun dari trotoar FT UB kemudian berpindah ke trotoar berikutnya. Di trotoar ini semakin kudapati jelas bayanganku. Betapa ia menggambarkan siluet tubuh yang indah. Jadi terngiang pujian demi pujian yang pernah terdengar untuk tubuh ini. "kamu minum jamu apa?", "aku pengen gemukan kayak kamu," "aku pengen turunin berat badan biar bisa kayak kamu," "kamu minum jamu atau emang di keluargamu ukurannya segini semua?" "kamu padat banget sih.. kasih tahu dong kamu ngapain aja sih kok bisa begini?" Begitu kalimat-kalimat yang terngiang sehingga aku menyadari bahwa Allah telah menciptakan aku dengan pahatan tubuh yang indah. Dari atas sampai bawah, kuamati bayanganku yang melenggang menemani aku berjalan di sepanjang trotoar itu. Sesekali aku tersenyum kagum. "Ah, pantas saja banyak mata terbelalak dengan tubuh ini", gumamku.

Perlahan senyumku pudar. Mataku yang sipit makin menyipit. Alisku mengernyit. Mataku tak lagi bersinar bangga, sinar kecewa dan tak percaya yang kini menyala menggantikannya. Langkahku tak semantap semula. Bagaimana tidak? Aku mendapati sisi lain dari bayanganku. Bayanganku berkata, "hei, kamu telanjang!" Ah, aku begitu terperangah dan terhina. Seolah suara itu nyata di telingaku. Ya, bayanganku telah menghardikku. Dalam langkah yang pelan aku berkata pada bayanganku, "mana mungkin? kau tidak lihat, aku sudah pakai baju? Aku pakai celana jeans, kaos panjang, dan kerudung? aku tidak telanjang!" Bayanganku lalu menjawab, "tidakkah kau lihat aku? apakah aku tampak mengenakan busana? lihatlah! lihatlah!"

Lalu kucermati bayanganku dari ujung kepala hingga ujung kaki.... Ah, apa ini? tidak mungkin! Aku tak percaya, aku melihat diriku benar-benar telanjang pada dirinya. Aku mendapati pahatan tubuhku yang begitu jelas. Hanya kerudung dan sepatu yang jelas menutupi bentuk kepala dan kakiku... sisanya aku melihat tidak terbalut oleh apapun. Aku pun melangkah sembari kutundukkan pandanganku. Kuamati tubuhku dari kaki naik ke pinggang. Kualihkan pandanganku pada bayanganku lagi. Ada rasa kecewa dan malu yang teramat dalam. "Tidak mungkin, tidak mungkin". Langkahku kubawa lebih cepat dari semula. Aku ingin berlari meninggalkan bayanganku. Aku takut melihat bayanganku sendiri. Aku jijik melihatnya. Aku berharap tak melihatnya lagi. Aku benar-benar ingin berlari. Jika saja di tempat itu tidak ada orang sudah tentu aku berlari. Tapi aku hanya berani melangkah lebih cepat dan aku tak ingin melihat bayanganku lagi.

Comments

  1. Good mindset,

    lanjutkan terus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehhehehee.... mohon bimbingannya, guruu :-D

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

“ABRAHAMIC FAITHS”, BAGIAN DARI PROPAGANDA PLURALISME (MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TERHADAP KITAB-KITAB TERDAHULU) 2

Mengapa Harus HTI dan Bagaimana Setelahnya?

GANTUNG DIRI DI DALAM RUMAH; BUKTI GAGALNYA DIDIKAN KELUARGA

“ABRAHAMIC FAITHS”, BAGIAN DARI PROPAGANDA PLURALISME (MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TERHADAP KITAB-KITAB TERDAHULU) 1