Ambivalensi Kader HMI; Sahabat Sekaligus Musuh Rakyat?
"Bismillaahirrohmaanirrohiim. Tulisan ini saya buat bukan untuk menghujat hanya mengajak untuk berfikir bersama. Saya menyadari bahwa saya jauh dari kesempurnaan, begitupun dengan tulisan ini. Saya sangat berterimakasih jika ada yang mau memberikan kritik dan saran :) "
HMI itu milik rakyat, bukan rakyat milik HMI! Inilah yang ingin saya
teriakkan pada setiap telinga seluruh kader HMI di penjuru nusantara.
Khususnya untuk para panitia dan steering comitee (SC) Kongres HMI XXIX
di Riau. Terlebih khusus lagi bagi para rombongan kader HMI yang caper
(cari perhatian) di jalanan dengan mendadak jadi teroris ketika kongres
berlangsung. Saya tidak akan meminta maaf atas kepedasan kalimat-kalimat
yang saya hamburkan pada secarik opini ini.
HMI itu milik
rakyat, bukan rakyat milik HMI! Indikasinya, apa-apa yang dipunyai HMI
adalah untuk atau milik rakyat (termasuk usaha, intelektual dan
independensi yang diagung-agungkan). Tapi apa-apa yang dimiliki rakyat
tidaklah untuk dimiliki HMI. Dana APBD itu punya siapa? Punya pemerintah
daerah. Uanganya diambil dari mana? Dari pajak. Pajak siapa yang bayar?
Ah, anak SD juga tahu jawabannya.
Kongress HMI di tahun 2015
memakan dana sebesar 7 Milyar, begitu yang diberitakan oleh media
tepercaya seperti detik.com kemarin (22/11). 4 Milyar datangnya dari
sponsor dan alumni sementara 3 Milyar dari pemerintahan daerah (pemda)
Riau. WOOOW! Benaar-benar angka yang fantastis! Bagaimana bisa 4 Milyar
belum cukup untuk organisasi independen seperti HMI? Organisasi
independen itu kan organisasi jaim (jaga image), bahwa sederhana adalah
sebuah kehormatan tertinggi ketimbang bermewah-mewah di tengah-tengah
tangisan rakyat yang kelaparan. Itu setahu saya sebagai kader yang bukan
siapa-siapa. Tapi mungkin independensi atau kejaiman HMI dimaknai
berbeda oleh kader HMI yang sudah dipandang sebagai siapa-siapa. Ya,
siapa lah itu semua orang yang ada di Pengurus Besar (PB) atau lagi
nampang untuk masuk ke PB. Bagi mereka yang siapa-siapa, kejaiman HMI
adalah negasi dari pemahaman saya sebelumnya. Bahwa HMI sebagai
organisasi independen adalah jaim jikalau tidak bermewah-mewahan seperti
kongres-kongres atau pertemuan-pertemuan yang biasa mereka tonton di
sinema korea atau film-film hollywood. Agaknya, Kanda Yang Agung (Arief
Rosyid Hasan) bersama panitia dan SC (steering commitee) Kongres HMI
XXIX di Riau terlalu banyak nonton film hollywood. Impact-nya ya seperti
yang terjadi saat ini. Bangga berjabat tangan dengan manusia berjas dan
berdompet tebal. Bangga nongkrong di cafe, mall dan hotel berbintang.
Bangga pajang foto bersama pramugari – pramugari cantik yang panjang
belahan roknya hampir sama dengan panjang roknya. Beginikah wujud
“bersyukur dan ikhlas” yang dihayati dari lirik pertama pada Hymne HMI?
Tidak
sampai disitu, pemberitaan media berlanjut pada kader-kader HMI yang
caper di jalanan. Sebut saja romli (rombongan liar). Agaknya sebutan ini
pantas untuk para kader HMI caper yang liarnya seperti pasukan Tarzan
masuk kota. Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar adalah saksi bisu dari
ke-tarzanan ribuan kader HMI di bawah pimpinan ‘jenderal’ Hasan Basri
Baso (17/11). Lah, yang butuh siapa yang nanggung siapa? Beberapa rumah
makan di Pekanbaru turut jadi saksi bisu dari ke-
tarzanan romli
tersebut. Apa yang terjadi kurang lebih sama seperti cerita-cerita jaman
pendekar. Sekelompok bandit menyerbu warung, dengan gaya angkuh pesan
makanan, lalu makanan dibayar hanya dengan muka garang dan pergi begitu
saja tanpa memberi uang. Tak cukup sampai disitu, mereka kemudian
membuat pertunjukan di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR), Pekanbaru
(22/11). Pertunjukan itu mereka buat se-Ramboo mungkin. Kaca GOR
dirusak, jalan diblokade hingga merusak halte busway Trans Pekanbaru.
Ngamuk gara-gara gak dapat perhatian dari kawan-kawan seperjuangan di
Pekanbaru. Saya tidak tahu dimana Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI
yang harusnya mereka pegang teguh. Mungkinkah mereka benar-benar tarzan
yang tidak bisa membaca? Maaf, saya tidak akan minta maaf atas
pernyataan saya barusan.
“Untuk menghancurkan bangsa yang besar
tak perlu kau kirimkan pasukan. Cukuplah hilangkan ingatan mereka
tentang kejayaan leluhurnya.” Begitu kata Lao Tze, seorang filsuf dari
China. Dan itu tepat! Menghancurkan HMI tak perlu dengan mengirimkan
pasukan, cukup buat para kader lupa akan perjuangan dan pengorbanan para
pendahulu HMI. Saya yakin kader-kader HMI tidak akan lupa bagaimana
kronologi sejarah tumbuh dan berkembangnya organisasi yang besar ini.
Tapi sayangnya sejarah HMI dimaknai sama dengan mata pelajaran sejarah
di sekolah-sekolah yang mana hanya berujung menjadi cerita belaka. Ya,
berujung jadi cerita belaka! Kader HMI mayoritas tidak menghayati
bagaimana karakter, semangat, harapan dan perjuangan para pemrakarsa dan
penggerak HMI terdahulu. Berapa banyak hal yang harus dikorbankan demi
memperjuangkan nilai-nilai dan eksistensi HMI? Berapa lama penantian
untuk melihat HMI bisa sebesar hari ini?
HMI adalah organisasi
mahasiswa pertama yang berasaskan islam yang lahir di tengah-tengah
massivnya paham komunis di masyarakat dan sekuler akibat pendidikan
barat (1947). Komunis dan sekuler memang berada pada ranah yang berbeda
kala itu, namun keduanya terus bersentuhan dengan masyarakat dan
senantiasa menyudutkan peranan agama dalam kegiatan sehari-hari. HMI
dilahirkan untuk mengembalikan peranan agama yang telah disudutkan itu
dan mewujudkan kehidupan yang seimbang antara urusan dunia-akhirat
akal-qalbu, dan iman-ilmu pengetahuan. Bagaimana rasanya mengibarkan
bendera yang menjadi common enemy bagi dua pengaruh terbesar di
Indonesia kala itu? Tentu tidak mudah bagi para pendahulu untuk
memperjuangkn HMI hingga bisa sebesar ini. Tentu pemrakarsa-pemrakarsa
HMI seperti Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Hussein, Siti Zainah,
Maisaroh Hilal, Bidron Hadi, Yusdi Ghozali, M. Anwar, Hasan Basri,
Marwan, Mansyur, Toha Mashudi, Zulkarnaen dan Tayeb Razak adalah pribadi
yang kritis, islami, tangguh dan progresif. Begitupun tokoh-tokoh HMI
yang kemudian menjadi pembaharu-pembaharu islam kontroversial di
Indonesia seperti Sularso, Sudjoko Prasodjo, Ahmad Wahib, Nurcholis
Madjid, Djohan Efendi dan Dawam Rahardjo. Meski mereka dikenal sebagai
pribadi yang berpemikiran liberal dan berintelektual tinggi namun
semangat tauhid dan zuhud tidak lepas sedikitpun dari diri mereka.
Begitulah HMI dan karakter para pejuangnya di awal usianya yang muda.
Ya! begitulah ketika nilai-nilai HMI masih dihayati dengan benar dan
dihayati sungguh-sungguh oleh kader-kadernya. Bagaimana dengan hari ini?
Kongres HMI XXIX sukses menarik perhatian media massa hanya
dalam waktu singkat. Kita tahu “bad news is good news,” itulah prinsip
umum bagi awak media. Jika Kongres HMI XXIX mendadak jadi hits karena
pemberitaan media itu artinya Kongres HMI XXIX adalah suatu “good news”
bagi awak media. Ketika Kongres HMI XXIX dipandang sebagai suatu “good
news” itu artinya Kongres HMI XXIX adalah....? Silahkan dijawab sendiri.
Apa yang terjadi pada Kongres seperti kericuhan karena romli
(rombongan liar) memang adalah hal yang diluar kendali para panitia
kongres. Itu tidak terhindarkan. Saya yakin, tidak hanya saya tetapi
kader-kader HMI yang lain pun tidak ada yang bisa mentoleransi
kekacauan-kekacauan yang telah ditimbulkan oleh kader-kader dari HMI
Badko Sulawesi Selatan (Sulsel). Sebagian kawan-kawan saya memang ada
yang mewajarkan perilaku mereka karena katanya, “tempramen orang Sulsel
memang begitu”. Tapi, apakah Sulsel tidak punya etika bertandang? Masa
iya memang begitu etika betandang orang-orang Sulsel? Saya yakin, Sulsel
tidak setarzan itu. Sebenarnya saya lebih ingin bertanya, apakah
kader-kader yang men-tarzankan diri di Pekanbaru tidak belajar bagaimana
etika seorang muslim ketika bertandang? Makan gak bayar, buat
kerusuhan, dan merusak fasilitas di tanah orang agar mereka yang tidak
mengerti apa-apa tentang kalian harus menanggung rugi karena kekecewaan
kalian? Wahai pembaca yang budiman, jangan salahkan HMI karena kasus
tersebut. Ketahuilah, Penghujat HMI sama halnya dengan Penghujat Islam.
Islam tidak salah. HMI tidak salah. Hanya orang-orangnya saja yang
bermasalah.
Menurut hemat saya, kerusuhan dan kekacau-balauan
yang terjadi selama berjalannya kongres adalah sebuah hukuman. Ya,
hukuman! Hukuman itu hanya dijatuhkan pada yang bersalah agar menjadi
peringatan dan pembelajaran ke depan. Hukuman? Mari dibuka surah
Al-Mu’minun ayat 51. Arti ayat tersebut begini, “Allah berfirman, “Wahai
para Rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah
kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Ada apa
dengan ayat ini? Bahwa dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Dan
sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti
apa yang diperintahkan-Nya kepada Rasul...”. Yang dimaksud Rasulullah
adalah ayat 51 dalam surah Al-Mu’minun tersebut. Hubungannya dengan
Kongres HMI XXIX apa? Ah, masa gak paham?
Jadi begini, Kongres
HMI memakan dana 7 Milyar (detik.com). 4 Milyar dari sponsor dan alumni.
Sementara 3 Milyar dari APBD Riau. Kalau pemasukan dari sponsor dan
alumni tidak usah dipermasalahkan sebab keduanya adalah sumber yang
boleh-boleh saja dalam pengadaan kegiatan di organisasi manapun. Lalu
bagaimana dengan APBD Riau yang sebesar 3 Milyar? Bagi saya, wajib
hukumnya untuk dipermasalahkan! Terlebih ketika Fitra (Forum
Transparansi Anggaran) menyatakan bahwa dana tersebut melebihi dana yang
digelontorkan pemda untuk kabut asap. Kabut asap hanya diberi dana
sebesar 1,3 Milyar. Jelas sudah ini menyakitkan! Masih banyak hal yang
harus dibenahi di Riau karena kabut asap. Saya yakin masih ada rakyat
yang lebih berhak mendapatkan 3 Milyar itu ketimbang Kongres HMI yang
sebenarnya bisa diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan ekonomis.
Disinilah ambivalensi kader-kader HMI karena telah melalaikan diri dari
konstitusi HMI. Kader HMI bertugas memperjuangkan hak-hak
rakyat. Yah, malah mengambil hak rakyat. Ambivalen bukan? Wahai
kader HMI ayo fikirkan hal demikian.
Memakai dana APBD yang
jelas-jelas adalah milik rakyat, sementara rakyat di daerah itu sendiri
pada saat itu dan mungkin hingga saat ini masih sangat membutuhkan dana,
adalah sebuah kesalahan besar. Makanan dari uang 3 Milyar yang
dikonsumsi bukanlah makanan yang baik sebab ada hak orang lain yang
harusnya disampaikan tapi malah dilalaikan. Perbuatan menerima begitu
saja dana APBD tersebut juga adalah salah. Disnilah letak pertentangan
dengan surah Al-Mu’minun ayat 51 yang disampaikan di atas. Ini sebabnya
mengapa banyak sekali permasalah yang timbul ketika kongres
berlangsung. Itulah hukuman, itulah peringatan agar tidak berbuat
bathil. Agar segera memperbaiki kesalahan dan pertanda bahwa Allah masih
sayang dengan kader-kader HMI. Jika tidak sayang, tidak akan diberi
peringatan dengan segera, bukan?
Maka saya adalah salah seorang
yang sepakat dengan selebaran yang menyatakan bahwa, Kongres HMI XXIX
adalah Kongres Tanpa Tuhan. Ya! Proses kongres telah melalaikan diri
dari Tujuh NDP HMI khususnya NDP yang pertama, Dasar-Dasar Kepercayaan.
NDP yang paling utama dan paling mendasar yang berbicara mengenai
ketauhidan. Ketauhidan yang menjadi dasar perjuangan kader-kader HMI
nyatanya telah diabaikan begitu saja. Jika bertauhid maka tidak akan
berbuat kerusakan. Jika bertauhid tidak akan makan uang rakyat. Romli
boleh saja ada, tapi kasus perusakan harusnya tidak ada jika memang
masih punya kesadaran NDP 1. Uang bermilyar-milyar untuk kongres tidak
masalah selama itu bukan uang yang di dalamnya masih ada hak orang lain
yang lebih membutuhkan.
Maaf, saya tidak akan meminta maaf atas
setiap pernyataan yang saya buat di secarik opini ini. Kecuali, Panitia
dan SC Kongres HMI XXIX dengan besar hati mau mengembalikan uang 3
Milyar tersebut kepada pemda Riau dan menyampaikan permohonan maaf
melalui media. Romli, khususnya dari Badko Sulsel wajib menyampaikan
permohonan maaf sebesar-besanya kepada pihak pelabuhan Soekano-Hatta
baik dengan mengganti kerugian dengan uang atau dengan mengabdi
(membersihkan) pelabuhan hingga mendapatkan maaf dari pihak pelabuhan.
Romli juga harus berani mengaku di depan media bahwa romli telah berbuat
banyak kesalahan selama di Pekanbaru dan telah mengecewakan seluruh
warga Indonesia termasuk kader-kader HMI lain di seluruh penjuru
Nusantara. Jika Panitia dan SC Kongres beserta Romli berani melakukan
hal ini, maka saya dengan besar hati akan meminta maaf juga atas setiap
pernyataan yang saya buat pada opini ini. Saya pun berani menghapus
opini ini dari semua media apabila diperlukan. Sekian opini dari kader
HMI yang bukan siapa-siapa.
“HMI itu besar dan mampu mencetak
pemimpin-pemimpin bangsa karena kader-kader diproses. Diproses dengan
perjuangan berbasis NDP bukan dengan dimanja oleh penguasa. Ketika
penguasa mendekati dan memanjakan kader-kader HMI, pada saat itulah bius
kelumpuhan idealisme dan independesi HMI sedang disuntikkan. Waspadalah. Yakusa!”
Ditulis Oleh : Anisa El Kamilia
Wasekum PP HMI Korkom Universitas Brawijaya, Malang
Allhamdulillah. Bangga memiliki seorang adek yang kritis terhadap gerak HmI yang memang kita akui bersama sekarang di luar koridor AD/ART.
ReplyDeleteGo ahead adik.
Terimakasih kakak, sudah mau membaca tulisan jelek ini. Semoga bermanfaat :)
DeleteSubhanalloh Nisa...Penyampaian yg tegas, lugas, dan jelas..Memang kondisi sekarang begitu miris, padahal dlu kita melihat banyak sekali pejuang-pejuang Islam yg memperjuangkan dgn nafas Islam dan idealis mereka yg tdk pernah gugur untuk melawan penjajah yang kala itu menyerang..Tapi kini idealis untuk mmperjuangkan Islam pun mulai runtuh, yang ada adalah hnya menjaga eksistensi dan bukan untuk kemaslahatan umat.
DeleteKita harus mengembalikan lagi perjuangan hakiki itu, yang memang akan terasa sulit jika tanpa ada pemahaman yang benar terlebih dahulu, jadi kita harus mengawali dr perubahan pemikirannya dlu sehingga pemahamannya akan berpengaruh kepada aktivitasnya..
Sepakat! Harus dituntaskan di pemikirannya dahulu biar sejalan dalam pergerakannya, dian. Yap, sekarang semua orang berlomba-lomba mengejar eksistensi bukan kemashlahatan ummat. Kemashlahatan ummat yang diteriakkan pun tidak lebih dari sekedar ingin menunjukkan eksistensi diri, dan tidak pure niatan lillaahita'alaa.
DeleteAh, semoga hanya pemikiranku yang salah.
Saya setuju dengan pendapat sampean mbk. Semua ini bukan salah organisasi nya tapi oknum nya. Saya sedikit tertarik dengan kata-kata "menghujat hmi sama dengan menghujat islam". Tapi kenapa harus hmi?
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteKarena yg dibahas disini adalah HMI. Kalau yg dibahas disini NU, tentu saya akan menuliskan bahwa penghujat NU adalah sama dengan penghujat islam.
ReplyDeleteKetika ada orang menyebut HMI sebagai organisasi biang rusuh misalnya. Pada kasus itu, penghujat2 HMI sama halnya dengan Penghujat2 Islam, yang menyebut islam sebagai agama orang miskin dan agama koruptor (kalau di Indonesia). Atau juga sama dengan yang menyebut islam sebagai agama teroris (di Barat). Keduanya sama! Sama -sama tidak rasional & tidak objektif dalam berfikir. Karena hanya melihat pada satu sisi (tidak holistik).
Hmmm. Mbk jadi pada tataran ini sampean menganalogikan bahwa hmi itu ibarat hmi itu adalah bayi/turunan dari islam. Ketika hmi salah maka islam jg salah. Kalau boleh pendapat ya baik hmi nu atau lembaga berbasis islam lainnya memang penyokong tetap teguh nya islam. Apabila salah satu melakukan kesalahan itu salah mereka bukan salah islam. Itu oknum yg beragama islam bukan islam yg melakukan kesalahan. Apabila seperti ini karena yg disalahkan dan dihujat adalah hmi dan itu juga kegiatan utk hmi. Jangan salahkan islam. Seharusnya kita memutar paradigma sebenarnya siapa yg membuat islam dihujat? Itu gara2 oknum yg berlabel islam tapi dia bertindak yg merugikan persepsi terhadap islam? Atau memang islam yang membuat mereka seperti itu? Jelas oknumnya kan? Jadi apabila hmi dihujat lalu islam juga dihujat. Itu salah oknum yg menyebabkan reaksi tersebut. Dan bagi penghujat yg mengarahkan ke oknum tersebut murni utk oknum tersebut. Dan hujatan yg mengaitkan kepada islam, harus diantisipasi oknum tersebut jangan sampai ini mirip tatanan domino yg dijatuhkan satu sisi dan menjatuhkan sisi lain. Sebenarnya saya juga salut pada hmi dengan perjalanan nya utk bangsa. Tetapi jangan sampai oknum yg bersalah bsa berdampak pada label yg tertempel pada oknum tersebut.
ReplyDeleteMohon dikoreksi kata-kata nya ya mbk karena prinsip sebab akibat yg dipakai tersebut kurang sesuai menurut saya pribadi, takutnya ada pihak yg terganggu dengan tulisan ini
Terima Kasih
Saya rasa tidak ada yang salah dengan pernyataan yg saya buat terkait HMI dan Islam. Itu adalah analogi. Kalau tidak sepemahaman tidak masalah. Baiknya dituntaskan dengan diskusi langsung biar mengerti apa yang dituliskan. Karangan yang bersifat argumentatif tidak bs difahami seperti belajar matematika. Seperti puisi dan kalimat2 filosofis yang harus ditelaah dari berbagai sisi mulai dari latar belakang penulis, suasana hati penulis dan sampai dimana wawasan penulis. Jika pembaca tidak bs menjangkau ini, tentu yang terjadi adalah hal semacam ini. Sama seperti ketika Cak Nur membuat karangan, "Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Ummat" di era 70-an yang membuat dia dihujat banyak pemuka2 agama karena dipandang sudah menjadi liberal karena gagasannya, "orang islam harus modern". Pembaca membacanya seperti belajar matematika.
Delete